MENGHIDUPKAN KEARIFAN KEUANGAN: Perspektif Islam Tentang Hidup Hemat, Manajemen Harta, dan Kemakmuran Sosial

Oleh: Dr. Bukhari, S. HI, M.H,CM

Opini-Dalam konteks ajaran Islam, terdapat nasehat untuk hidup hemat yang tercermin dalam Al-Qur’an, khususnya pada surat Al-Isra ayat 26-27 yang menekankan bahaya sikap boros. Pandangan ini mencerminkan nilai-nilai Islam yang menekankan pentingnya menghormati rezeki yang diberikan oleh Allah SWT. Namun, hidup hemat dalam perspektif Islam tidak hanya sebatas menghindari pemborosan, melainkan juga mencakup nilai-nilai sosial dan kesejahteraan masyarakat.

Tindakan menabung, sebagai salah satu praktik mengelola keuangan, bukan hanya diterima dalam masyarakat umum tetapi juga dianjurkan dalam Islam. Hal ini menekankan persiapan untuk masa depan dan kesiapan menghadapi kebutuhan mendadak. Meskipun fokus pada aspek keuangan, ajaran Islam juga mengajarkan untuk tidak hanya mencari keuntungan pribadi, tetapi juga memperhatikan kesejahteraan masyarakat.

Memberikan infak dan sedekah, sebagai bentuk berbagi rezeki, adalah nilai yang sangat dihargai dalam Islam. Prinsip memberikan kepada sesama tidak hanya memberikan manfaat bagi penerima, tetapi juga membentuk karakter dan keikhlasan pada diri pemberi. Dengan memprioritaskan nilai-nilai sosial ini, hidup hemat tidak hanya menjadi kebijakan keuangan, tetapi juga menjadi amalan yang memberikan dampak positif pada lingkungan sekitar.

Menghindari utang, seperti yang ditekankan dalam ajaran Islam, tidak hanya tentang menjaga keseimbangan keuangan tetapi juga merawat hubungan sosial. Utang yang dihindari bukan hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga dapat merusak hubungan sosial. Hidup hemat dalam Islam, oleh karena itu, tidak hanya diartikan sebagai cara bijak mengelola keuangan tetapi juga sebagai upaya untuk menjaga tali silaturahmi.

Meskipun hidup hemat sangat dianjurkan, pelit dianggap sebagai sikap yang tidak bijak dalam Islam. Pelit dianggap sebagai sifat buruk yang akan menjadi beban di akhirat. Oleh karena itu, hidup hemat dalam Islam seharusnya tidak diartikan sebagai alasan untuk menjadi pelit. Sikap pelit dapat menciptakan ketidaksetaraan dan merugikan diri sendiri, terutama dalam konteks hubungan sosial.

Segi psikologis, sikap pelit juga bisa merugikan diri sendiri. Mentalitas kekurangan yang dimiliki oleh orang yang pelit dapat menjadi hambatan dalam menjalin relasi sosial. Oleh karena itu, hidup hemat dalam Islam seharusnya menciptakan keseimbangan, di mana bijak dalam mengelola keuangan tidak diartikan sebagai pelit, melainkan sebagai bentuk penghargaan dan syukur atas nikmat Allah.

Dari sudut pandang sosial, hidup hemat dalam Islam bukan hanya kunci kesuksesan individu tetapi juga fondasi untuk menciptakan masyarakat yang adil dan sejahtera. Dengan menjauhi sikap boros dan pelit, umat Islam diharapkan dapat memberikan kontribusi positif pada lingkungan sekitar dan menjalani hidup sesuai dengan ajaran agama. Sehingga, hidup hemat dalam Islam bukan sekadar prinsip keuangan, melainkan juga etika sosial yang memberikan nilai tambah pada kehidupan sehari-hari.