Awal Ramadhan, Syawal dan Zulhijah 1445 Hijriah dalam Perspektif Ilmu Falak

Oleh. Dr. Tgk. Ismail, S.Sy., M.A

(Ketua Jurusan Ilmu Falak Fakultas Syariah)

Opini-Fenomena perbedaan dalam mengawali awal bulan Ramadhan, Syawal dan Zulhijah sering terjadi di tanah air, hal ini mengakibatkan akhir-akhir ini banyak pertanyaan tentang kapan awal dan akhir bulan Ramadhan 1445 H. Pertanyaan ini masih dalam kategori wajar, mengingat masih sering terjadinya perbedaan dalam mengawali dan mengakhiri Ramadhan di Indonesia. Salah satu penyebab utama masih terjadinya perbedaan tersebut dikarenakan belum adanya kesepakan dalam menggunakan kriteria dalam penentuan awal bulan Hijriah antara kriteria yang digunakan oleh pemerintah dengan kriteria yang digunakan organisasi masyarakat (Ormas) Islam di Indonesia.

Ada tiga kriteria yang masih mendominasi dalam penentuan awal bulan Hijriah di Indonesia:

1. Rukyah Hilal

Rukyah hilal merupakan salah satu metode penentuan awal bulan Hijriah yang masih dipertahankan sampai saat ini. Rukyah hilal merupakan aktifitas mengamati hilal pada saat Matahari terbenam setelah konjungsi di hari ke 29 bulan yang sedang berjalan. Bila hilal berhasil dilihat pada sore tersebut, maka besok sudah masuk bulan baru dan bulan yang sedang berjalan berusia 29 hari dan bila hilal tidak terlihat karena mendung atau karena belum imkan rukyat, maka esoknya masih dianggap hari ke 30 dari bulan yang sedang berjalan. Seperti inilah terus dilakukan dalam penentuan awal bulan Hijriah dengan metode rukyah hilal.

Rukyah hilal pada dasarnya hanya bisa dijadikan penentuan awal bulan Hijriah yang bersifat bulanan, tidak bisa dijadikan tahunan karena setiap bulan harus ditetapkan setelah melakukan rukyah hilal sehingga kriteria ini tidak bisa digunakan untuk membuat kalender Hijriah yang bersifat tahunan. Seiring perkembangan waktu, rukyah hilal ini tidak hanya sebatas pengamatan semata namun sudah dipadukan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu falak mulai digunakan dalam menghitung posisi hilal yang akan diamati dan teleskop sudah mulai digunakan dalam melakukan rukyah hilal.

Kehadiran ilmu falak dan teleskop kian memperkuat metode rukyah hilal sebagai salah satu kriteria dalam penentuan awal bulan Hijriah di Indonesia. Salah satu Ormas Islam yang masih menggunakan kriteria rukyah hilal dalam penentuan awal bulan Hijriah adalah Nahdlatul Ulama (NU). Dalam penyusunan kalender Hijriah, NU menggunakan kriteria Imkan Rukyat yaitu tinggi hilal minimal 3 derajat dengan sudut elongasi minimal 6,4 derajat. Namun dalam penetapan setiap bulan Hijriah menggunakan metode rukyah hilal yang ditetapkan melalui ikbar yang selalu diedarkan setiap bulan. Rukyah hilal menjadi penentu, sedangkan hasil hisab hanya pembantu dalam penetapan awal bulan Hijriah di kalangan NU. Hal ini bisa dilihat pada ikhbar penetapan awal bulan Jumadil Akhir 1445 H, di mana pada Rabu 13 Desember 2023 bertepatan 29 Jumadil Awal hilal sudah imkan rukyat di seluruh Indonesia namun 23 lokasi pemantauan hilal di Indonesia melaporkan hilal tidak terlihat sehingga Kamis 14 Desember 2023 masih dihitung hari ke 30 Jumadil Awal 1445 H dan 1 Jumadil Akhir ditetapkan Jumat 15 Desember 2023.

Dalam penetapan awal bulan Hijriah, Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LFPBNU) memperkenalkan 3 kondisi hilal setelah konjungsi. Pertama wujud hilal, di mana saat Matahari terbenam kondisi hilal berada di bawah ketinggian 3 derajat dengan elongasi 6,4 derajat. Kedua imkan rukyat, di mana saat Matahari terbenam kondisi hilal dengan ketinggian di atas 3 derajat dengan sudut elongasi lebih dari 6,4 derajat. Ketiga, Qath’iy Rukyat, di mana saat Matahari terbenam posisi hilal dengan besaran sudut elongasi sudah melebihi 9,9 derajat.

Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Agama dalam menetapkan awal bulan Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah juga menggunakan metode rukyah hilal. Penetapan 3 bulan Hijriah ini di Indonesia dilakukan melalui sidang isbat. Dalam acara sidang isbat, semua perserta yang merupakan perwakilan dari beberapa ormas dan lembaga mendiskusikan posisi hilal dengan pendekatan astronomis sambil menunggu laporan rukyah hilal yang sedang dilakukan di seluruh Indonseia. Dalam praktik penetapan awal bulan Hijriah melalui sidang isbat akan merujuk kepada hasil rukyat bila kondisi hilal sudah imkan rukyat, yaitu tinggi hilal minimal 3 derajat dengan elongasi minimal 6,4 derajat.

2. Hisab Hakiki Imkan Rukyat

Hisab Hakiki Imkan Rukyat merupakan sebuah metode dalam penentuan awal bulan Hijriah dengan mengedepankan beberapa kriteria. Secara sederhana pengertian Imkan Rukyat adalah kondisi hilal mungkin untuk dilihat bila sudah terpenuhi kriteria yang telah disepakati yang mendasari pada peredaran Bulan secara hakiki. Kriteria ini terus berkembang seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di Indonesia sudah menerapkan dua macam kriteria imkan rukyat. Pertama, imkan rukyat dengan kriteria tinggi hilal minimal 2 derajat dengan besaran sudut elongasi minimal 3 derajat, dan atau umur hilal sudah melebihi 8 jam setelah konjungsi, kriteria ini dikenal dengan kriteria MABIMS 2.3&8. Kedua, imkan rukyat dengan kriteria tinggi hilal minimal 3 derajat dengan sudut elongasi 6,4 derajat, kriteria ini dikenal dengan kriteria Neo-MABIMS 3.6,4.

Ada dua fungsi kriteria imkan rukyat dalam tatanan praktis. Pertama sebagai pedoman dalam menyusun kalender Hijriah untuk keperluan administratif, baik bagi penganut rukyat atau penganut hisab. Kedua sebagai verifikasi terhadap kesaksian rukyah hilal dalam penetapan awal bulan Hijriah bagi penganut rukyat, artinya bila kondisi hilal sudah memenuhi kriteria imkan rukyat maka kesaksian melihat hilal akan diterima sebagai dasar untuk isbat hilal dan bila kesaksian hilal dengan kondisi di bawah kriteria imkan rukyat maka kesaksian hilal akan ditolak sebagai dasar isbat hilal. Keilmiahan kegiatan rukyah hilal akan terus terjaga bila pengamat memahami tentang kriteria imkan rukyat dalam pelaporan kesaksian hilal.

3. Hisab Hakiki Wujudul Hilal

Hisab hakiki wujudul hilal merupakan sebuah metode dalam penetapan awal bulan Hijriah. Secara sederhana metode ini menggunakan kriteria hilal telah wujud di atas ufuk barat setelah terjadi konjungsi atau Bulan terbenam setelah Matahari terbenam. Dalam menetapkan awal bulan Hijriah, metode ini murni berpatokan pada hasil perhitungan saja tanpa mengayitkan kepada rukyah hilal ataupun imkan rukyat. Hal ini mengakibatkan pengguna metode ini bisa mengumumkan awal bulan Hijriah seperti awal Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah jauh hari sebelum datang bulan tersebut. Salah satu Ormas Islam di Indonesia yang masih menggunakan metode ini adalah Muhammadiyah.

Dalam maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah No. 1/MLM/I.0/E/2024 telah menetapkan awal Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah untuk tahun 1445 Hijriah. 1 Ramadhan 1445 H jatuh pada hari Senin 11 Maret 2024. 1 Syawal 1445 H jatuh pada hari Rabu 10 April 2024, dan 1 Zulhijah 1445 H jatuh pada hari Sabtu 8 Juni 2024. Maklumat yang ditetapkan pada 12 Januari 2024 tersebut mengakibatkan banyak yang bertanya mengapa Muhammadiyah bisa mengumumkan awal Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah lebih awal ketimbang Ormas Islam lainnya dan dari putusan pemerintah sendiri. Jawaban sederhana, karena Muhammadiyah menggunakan metode hisab dalam penetapan awal bulan Hijriah untuk keperluan administrasi dan ibadah, sedangakan pemerintah dan Ormas Islam lain menggunakan rukyah hilal sebagai metode dalam penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah, hisab dengan metode imkan rukyat hanya digunakan untuk penyusunan kalender saja.

Dalam kajian ilmu falak, untuk mengetahui awal bulan Hijriah yang termasuk awal bulan Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah sangat tergantung pada kondisi hilal secara astronomis. Ada tiga data yang perlu diketahui secara astronomis yang menjadi acuan analisis kriteria dalam penetapan awal bulan Hijriah. Pertama, konjungsi geosentrik atau ijtma’ yaitu peristiwa ketika nilai bujur ekliptika Bulan sama dengan nila ekliptika Matahari dengan diandaikan pengamat berada di pusat Bumi. Kedua, tinggi hilal yang merupakan jarak sudut antara piringan bawah hilal dengan garis ufuk Barat yang terbentuk saat Matahari terbenam di tempat pengamatan, dan ketiga elogasi Bulan yaitu jarak sudut antara pusat piringan Bulan dengan pusat piringan Matahari yang terbentuk saat Matahari terbenam di tempat pengamatan.

Berikut data astronomis yang dihitung berdasarkan pada lokasi Tugu 0 Kilometer Indonesia di Sabang:

1 Ramadhan 1445 H.

Konjungsi: Ahad 10 Maret 2024 Pukul 16.00.18 Wib.

Ketinggian hilal: 00 derajat 30 menit 42 detik busur di atas ufuk mar’iy.

Sudut elongasi: 02 derajat 42 menit 14 detik busur.

1 Syawal 1445 H.

Konjungsi: Selasa 09 April 2024 Pukul 01.20.47 Wib.

Ketinggian hilal: 07 derajat 14 menit 43 detik busur di atas ufuk mar’iy.

Sudut elongasi: 10 derajat 13 menit 42 detik busur.

1 Zulhijah 1445 H.

Konjungsi: Kamis 06 Juni 2024 Pukul 19:37:35 Wib.

Ketinggian hilal Jumat 7 Juni 2024: 10 derajat 21 menit 55 detik busur di atas ufuk mar’iy.

Sudut elongasi Jumat 7 Juni 2024: 13 derajat 15 menit 04 detik busur.

Merujuk pada data astronomis tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa 1 Ramadhan 1445 H ada potensi berbeda, secara metode hisab hakiki wujudul hilal 1 Ramadhan 1445 H jatuh pada hari Senin 11 Maret 2024, sedangkan secara metode hisab hakiki imkan rukyat 1 Ramadhan 1445 H jatuh pada hari Selasa 12 Maret 2024. Sedangkan untuk 1 Syawal 1445 H atau hari raya Idul Fitri 1445 H besar peluang jatuh pada hari yang sama yaitu hari Rabu 10 April 2024 M. Untuk 1 Zulhijah 1445 H juga berpeluang jatuh pada hari yang sama yaitu Sabtu 8 Juni 2024 M dan hari raya Idul Adha 1445 H jatuh pada hari Senin 17 Juni 2024 M.